MAKALAH TEORI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARI’AH

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagaimana telah diketahui bahwa bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan. Umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote atau biasa kita menyebutkan penerbit surat berharga, baik itu seperti cek, giro, buku tabungan dan sebagainya. Peranan bank dewasa ini sangat dominan dalam perekonomian masyarakat di Indonesia pada umumnya. Hampir setiap kegiatan perekonomian masyarakat tidak terlepas dari peran bank maupun lembaga keuangan lainnya diluar bank. Dalam menjalankan aktifitasnya, bank menawarkan berbagai produk yang berisi kegiatan pendukung perekonomian masyarakat, mulai dari jasa menabungkan uang masyarakat, pengiriman uang atau jasa-jasa yang lainnya intinya mempermudah masyarakat melakukan aktifitas bisnis dan perekonomian sehari-hari. dari pentingnya peranan bank yang mencakup semua masyarakat di Indonesia, baik dari berbagai golongan, baik golongan orang kaya raya, orang menengah, dan orang kecil (golongan buruh, nelayan, Petani, dsb).perlunya peranan pemerintah untuk merangkul masyarakat untuk menikmati fasilitas Bank, karena sebagian besar Bank Konvensional dan Syariah hanya mencakup untuk kalangan masyarakat atas dan menengah keatas, karena salah satu penyebabnya adalah letak dari tempat bank tersebut, yakni hanya ada di perkotaan saja, sehingga orang-orang yang ada di pedesaan ataupun kecamatan kurang bisa menjangkau. Sehingga untuk merangkul masyarakat ekonomi lema, maka pemerintah mengatur untuk didirikannya Bank Perkreditan Rakyat di tingkat kecamatan, dan desa. Yang bertujuan agar semakin meratanya pelayanan keuangan bagi seluruh masyarakat.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, maka penulis akan menyusun makalah dengan judul “Teori Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah?
2. Apa saja ruang lingkup kegiatan dan Produk dari BPR Syari’ah?
3. Bagaimana dasar pemikiran beroperasinya BPR Syar’ah?
4. Apa landasan hukum BPR Syari’ah?
5. Bagaimana sejarah BPR Syari’ah?
6. Apa tujuan di dirikannya BPR Syari’ah?

C. Tujuan

1. Mengetahui Pengertian BPRS Syari’ah.
2. Mengidentifikasi ruang lingkup kegiatan dan produk BPR Syari’ah.
3. Mengetahui dasar pemikiran beroperasinya BPR Syari’ah.
4. Mengetahui landasan hukum BPR Syari’ah.
5. Mengetahui sejarah berdirinya BPR Syari’ah.
6. Mengetahui tujuan didirikannya BPR Syari’ah.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah lembaga keuangan Bank yang dibawahi oleh dewan kebijakan moneter, yang melakukan kegiatan ekonominya berdasarkan prinsip Islam atau syariah, tanpa menghalalkan adanya riba atau suku bunga yang berorientasi pada masyarakat di tingkat desa ataupun kecamatan.Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) didirikan berdasarkan UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan pemerintah (PP) no.72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Serta berdadarkan pada butir 4 pasal 1 UU. No 10 tahun 1998, pengganti UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang melakukan kegiatan usaha berdasrkan prinsip Syariah selanjutnya diatur menurut surat keputusan Direktur Bank Indonesia No.32/36/KEP/DIR/1999. Tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip Syari’ah. 2. Kegiatan dan Produk-produk Bank Perkreditan Rakyat Syariah Kegiatan Bank Perkreditan Rakyat SyariahSebagai lembaga keuangan syariah pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat memberikan jasa-jasa keuangan yang serupa dengan bank-bank umum syariah. Namun demikian, sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. b. Memberikan kredit. c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain. Kegiatan yang dilarang (Berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992) a. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran b. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing c. Melakukan penyertaan modal d. Melakukan usaha perasuransian e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS Produk-produk yang ditawarkan BPR Syariah secara garis besar adalah : 1. Funding Yakni bank menghimpun atau mengumpulkan dana dari nasabah yang memiliki banyak uang dalam bentuk simpanan berdasarkan konsep syariah. a) Tabungan wadi’ah Bank menerima tabungan pribadi maupun badan usaha dalam bentuk tabungan bebas. Akad penerimaan yang digunakan sama yakni wadi’ah. Bank akan memberikan kadar profit kepada nasabah yang dihitung harian dan dibayar setiap bulan. b) Deposito wadi’ah / deposito mudharabah Bank menerima deposito berjangka pribadi maupun badan usaha. Akad penerimaannya wadi’ah atau mudharabah, dimana bank menerima dana yang digunakan sebagai penyertaan sementara dalam jangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dst. Deposan yang menggunakan akad wadi’ah mendapat nisbah bagi hasil keuntungan lebih kecil dari mudharabah bagi hasil yang diterima dalam pembiayaan nasabah setiap bulan. 2. Penyaluran Dana BPRS melakukan penyaluran dana yang di simpan dari masyarakat yang surplus, agar dapat produktif atau untuk konsumtif kepada pihak bank dengan bagi hasil atau margin yang ditentukan dalam aqad • Pembiayaan mudharabah Perjanjian antara pemilik dana (pengusaha) dengan pengelola dana (bank) yang keuntungannya dibagi menurut rasio sesuai dengan kesepakatan. Jika mengalami kerugian maka pengusaha menanggung kerugian dana, sedangkan bank menanggung pelayanan materiil dan kehilangan imbalan kerja. • Pembiayaan musyarakah Perjanjian antara pengusaha dengan bank, dimana modal kedua pihak digabungkan untuk sebuah usaha yang dikelola bersama-sama. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan awal. • Pembiayaan bai bitsaman ajil Proses jual beli antara bank dan nasabah, dimana bank menalangi lebih dulu pembelian suatu barang oleh nasabah, kemudian nasabah akan membayar harga dasar barang dan keuntungan yang disepakati bersama. • Pembiayaan murabahah Perjanjian antara bank dan nasabah, dimana bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja yang dibutuhkan nasabah, yang akan dibayar kembali oleh nasabah sebesar harga jual bank (harga beli bank plus margin keuntungan saat jatuh tempo). • Pembiayaan qardhul hasan Perjanjian antara bank dan nasabah yang layak menerima pembiayaan kebajikan, dimana nasabah yang menerima hanya membayar pokoknya dan dianjurkan untuk memberikan ZIS. • Pembiayaan Istishna’ Pembiayaan dengan prinsip jual beli, dimana BPRS akan membelikan barang kebutuhan nasabah sesuai kriteria yang telah ditetapkan nasabah dan menjualnya kepada nasabah dengan harga jual sesuai kesepakatan kedua belah pihak dengan jangka waktu serta mekanisme pembayaran/pengembalian disesuaikan dengan kemampuan/keuangan nasabah. • Pembiayaan Al-Hiwalah Penggambil alihan hutang nasabah kepada pihak ketiga yang telah jatuh tempo oleh BPRS, dikarenakan nasabah belum mampu untuk membayar tagihan yang seharusnya digunakan untuk melunasi hutangnya. Pembiayaan ini menggunakan prinsip pengambil alihan hutang, dimana BPRS dalam hal ini akan mendapatkan ujroh/ fee dari nasabah yang besar dan cara pembayarannya berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. 3. Jasa Perbankan Lainnya Secara bertahap bank akan menyediakan jasa untuk memperlancar pembayaran berupa proses transfer dan inkaso, pembayaran rekening air, listrik, telepon, angsura KPR, dll. Bank juga mempersiapkan bentuk pelayanan berupa dana talang berdasarkan pembiayaan bai salam. 3. Dasar Pemikiran Beroperasinya BPR Syariah Berdirinya BPR Islam di Indonesia selain didasari oleh tuntutan bermuamalah secara Islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian Indonesia yang dituangkan dalam berbagai paket kebijaksanaan keuangan, moneter, perbankan secara umum. Secara khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijaksanaan yang membebaskan bank dalam penetapan tingkat suku bunga (rate interest ), yang kemudian dikenal dengan bank tanpa bunga. 4. Landasan Hukum Pada dasarnya, pendirian BPR Syariah mempunyai tujuan yang utama. Yang pertamayaitu menghindari riba; dan yang kedua yaitu mengamalkan prinsip-prinsip syariah dalamperbankan khususnya Bank Perkreditan Rakyat untuk tujuan kemaslahatan. Selanjutnya, banyak hadits yang terkait dengan pelarangan riba. Salah satunya yaitu: “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan riba, orang yang member makan riba, penulis dan saksi riba. Kemudian mereka bersabda: mereka semua adalah sama. (HR.Muslim) Untuk pengamalan prinsip-prinsip syariah, hal ini merupakan kewajiban bagi kitauntuk menuangkannya ke semua aspek kehidupan, termasuk di dalam perbankan.ketentuanini mengacu pada kaidah fiqih, yang artinya, ”apabila hukum syara‟ dilaksanakan, maka pastilah akan tercipta kemaslahatan. Bank syariah berdiri pertama kali di Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan padaUndang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hokum Bank Umum Syariah dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hokum Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Sesuai dengan perkembangan perbankan maka Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 10tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 tahun1992 tentang perbankan dan juga tercakup hal-hal yang berkaitan dengan perbankan syariah. Masih banyak pasal lain yang mengatur tentang perbankan syariah oleh karena dalamundang-undang nomor 10 tahun 1998 telah dibahas bank syariah, pemerintah mencabut duaperaturan pemerintah tersebut diatas dengan peraturan pemerintah nomor 30 tahun 1998.Sebagai peraturan pelaksanaannya Bank Indanesia mulai tahun 1999 banyak mengeluarkanPeraturan Bank Indonesia yang mengatur bank syariah. Ketentuan-ketentuan ini yangmerupakan landasan hukum berdirinya Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Bank UmumSyariah seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah dan beberapa cabang syariah daribank konvensional, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, Bank Jabar Syariah dsb. Pada tahun-tahun berikutnya, Bank Indonesia (BI) merevisi aturan Bank PerkreditanRakyat Syariah (BPRS). Ketentuan baru ini dibuat untuk memberikan landasan hukum yanglebih jelas mengenai syarat dan tata cara pendirian BPRS. Aturan baru ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah,yang mulai berlaku 1 Juli 2009. 5. Sejarah Berdirinya BPR Syariah BPR merupakan penjelmaan dari Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai Lumbung Nagari (LPN), Lembaga perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa(BKD), Bada Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan atau lembagalainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Lembaga-lembaga keuangan yang disebutkan merupakan lembaga yang berpengaruh atas berdirinya BPR Syariah, keberadaan lembaga keuangan tersebut memunculkan pemikiran untuk mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun 1992,namun pada kenyatannya cakupan wilayah untuk BMI sangat terbatas pada wilayah tertentu seperti kecamatan, kabupaten, dan desa. Maka dalam hal ini diperlukan adanya BPR untuk menangani masalah keuangan di wilayah-wilayah yang tidak dijangakau oleh BMI. Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi untuk mendirikan BPR Syariah, yaitu PT BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut mendapatkan izin prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal8 Oktober 1990. 6. Tujuan Didirikan Bpr Syariah Tujuan didirikannya BPR Syariah adalah: • Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam terutama kelompok masyarakat lemah yang pada umumnya berada di daerah pedesaan. • Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi. • Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai. Djazuli dan Yadi Janwari menjabarkan tiga tujuan diatas menjadi lima tujuan, yaitu (Djazuli,2002: 108) 1. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golonganekonomi lemah yang pada umumya berada di daerah pedesaan 2. Meningkatkan pendapatan per kapita 3. Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan. 4. Mengurangi urbanisasi. 5. Membina semangat Ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi. 7. Strategi Operasional Untuk mencapai sebuah tujuan, diperlukan adanya strategi operasional, yaitu: 1. BPR syariah tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan fasilitas,melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisitasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik. 2. BPR Islam memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala kecil menengah. 3. BPR mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingkat kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan. 8. Pendirian BPR Syariah 1). Syarat Mendirikan BPRS Dalam mendirikan BPRS harus mengacu pada ketentuan hukum yang telah ditetapkan pada undang-undang perbankan. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perbankan Nomor:7 Tahun 1992, BPRS hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga Negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluru pemiliknya warga Negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara ketiganya (pasal 23). Sedangkan bentuk badan hokum pendirian BPRS dapat berupa salah satu dari: (a) perusahaan daerah; (b) koperasi; atau (c) perseroan terbatas (pasal 21 ayat 2). Sebagai tindak lanjut dari peraturan perundang-undangan ketentuan terbaru mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha BPR Syariah diatur dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia No.8/25/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan Bank IndonesiaNo.8/17/PBI/2004 tentang bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip Syariah. 2. Persetujuan prinsip dan izin usaha Pemberian izin pendirian BPR Syariah dapat dilakukan melalui dua tahap: (1) persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian BPR Syariah. Dan (2) izin usaha, yaitu izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha BPR syariahsetelah persiapan persetujuan prinsip dilakukan (Pasal 3 ayat 2). 3. Kepemilikan dan modal Untuk mendirikan dan memiliki BPRS berdasarkan (pasal 4) Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 modal yang harus disetor adalah: a) Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah DaerahKhusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Tanggerang, Bogor, Depok, dan Bekasi; b) Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukotaprovinsi di luar wilayah tersebut pada huruf di atas; c) Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayahtersebut pada huruf a dan huruf b di atas. Sedangkan berdasarkan (pasal 5), BPRS hanya dapat dididirikan dan dimiliki oleh: (a) warga Negara Indonesia; (b) badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia; (c) Pemerintah Daerah. Peraturan Bank Indonesia tentang hak pendirian dan kepemilikan BPRS ini merupakan tindak lanjut dari (pasal 23) Undang-Undang Nomor: 7Tahun 1992 tentang perbankan. 4. Kepengurusan Kepengurusan BPRS terdiri dari direksi dan dewan komisaris. Untuk menjalankan fungsi pengawasan dalam pelaksanaan prinsip syariah, BPRS diwajibkan membentuk dan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berkedudukan di kantor pusat. 9. Kegiatan Usaha BPR Syariah Berdasarkan UU Perbankan No. 10 tahun 1998, kegiatan usaha BPRS melingkupi: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka,tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit. 3. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuaidengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. 4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain. Pembatasan usaha BPR Syari’ah secara tegas dijelaskan dalam pasal 27 SK Direktur BI No. 32/36.KEP/DIR/1999. Menurut surat keputusan ini, kegiatan operasional BPR syariah adalah: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: a) Tabungan berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabah. b) Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah. c) Bentuk lain yang menggunakan prinsip wadiah atau mudharabah. 2. Melakukan penyaluran dana melalui: a) Transaksi jual-beli berdasarkan prinsip: • Mudharabah • Istishna • Ijarah • Salam • Jual beli lainnya. b) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: • Mudharabah • Musyarakah • Bagi hasil lainnya c) Pembiayaan lain berdasarkan prinsip: • Rahn • Qardh 3. Melakukkan kegiatan lain yang lazim dilakukan BPR Syariah sepanjang disetujui oleh Dewan Syariah Nasional. Keterangan lebih lanjut tentang kegiatan usaha BPRS diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004. Namun pada dasarnya, kegiatan operasional BPRS lebih terbatas jika dibanding dengan bank umum syariah. Hal ini dapat dilihat dalam SK Direktur BI No. 32/36/KEP/DIR/1999. Sedangkan kegiatan yang dilarang, berdasarkan pasal 14 UU No.17 tahun 1992, yaitu: 1. Menerima simpanan dalam bentuk giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran 2. Melakukan kegiatan usaha dalam bentuk valuta asing 3. Melakukan penyertaan modal 4. Melakukan usaha perasuransian 5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana disebutkan pada kegiatan usaha yang boleh dilakukan oleh BPRS 10. Strategi Pengembangan BPR Syariah Adapun strategi pengembangan BPR Syariah yang perlu diperhatikan, yaitu: • Sosialisasi BPR Syariah, bukan hanya dari produknya, tetapi juga sistem yang digunakan.Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi melalui media masa. Selain itu,BPR juga bisa bersosialisasi melalui bekerjasama dengan lembaga pendidikan atau non-pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPRS. • Mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah sebagai wujud meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan untuk membuka pusat pendidikan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah. • Pemetaan potensi dan optimasi ekonomi daerah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPRS mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu puladapat dilihat kesinambungan kerja di antara BPRS, demikian juga kesinambungan kerja BPR syariah dengan bank syariah dan BMT. • Mengadakan kegiatan rutin keagamaan sebagai wujud meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran Islam dalam bidang ekonomi. hal ini pun dapat membantu dalam mengetahui gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada. 11. Badan-Badan Pengembang BPR Syariah Dalam rangka meningkatkan dan mengembankan kegiatam dan pelaksanaan yang adadalam badan usaha BPR syariah maka suatu badan dari BPR syariah menyelengarakan danmembentuk suatu kegiatan yang dapat meningkatkan BPR syariah yakni dengan memberikanpelatihan, pendidikan dan tehnical asissistance untuk BPR syariah yang akan tumbuh. Hingga saat ini minimal sudah terbentuk 2 yayasan yang turut serta dalampengembangan kegiatan BPR syariah anatara lain : 1). IESD (institute for syariah economic development) Dalam hal ini secara berkesinambungan IESD akan terus melakanakan program pendirian/ pemberian bantuan teknis kepada BPR syariah di Indonesia khsusunya daerah potensial umat islam. Dan ada beberapa program yang yang telah dilaksanakan yakni berupa teknis bagi pendirian BPR syariah diberbagai tempat di Indonesia. 2). Badan yang yang membantu dalam kegiatan yayasan pendidikan dan pengembangan bank syariah (YPBS) Merupakan suatu bentuk kerja sama antara bank muamalat Indonesia dengan ICMI.Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan mengembangkan BPRsyariah di seluruh tanah air. Kegiatan – kegiatan YPBS antara lain : • pendidikan baik basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupunintermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal 2 tahun pengalaman di sectorperbankan. • Membantu proses pendirian. • Memberikan technical assistance. Selain dari beberapa usaha yang telah dilakukan diatas ada hal lain yang di usahakanuntuk meningkatkan kegiatan operasional dalam BPR syariah yang berkaitan denganpendidikan yakni berupa pengembangan inkubasi bisnis (INBIS). 3). Pengembangan Inkubasi Bisnis (INBIS) Berdasarkan riset yang dilakukan Bank Indonesia, Pengembangan INBIS melibatkan perguruan tinggi sebagai upaya mempersiapkan perguruan tinggi menuju Entrepreneurial university melalui pengembangan budaya kewirausahaan dengan cara : a. Menumbuh kembangkan budaya kewirausahaan di lingkungan perguruan tinggi. b. Mewujudkan sinergi potensi perguruan tinggi dengan potensi dunia usaha sehingga dapatmenumbuhkembangkan IPTEK sesuai kebutuhan. c. Mendorong pemanfaatan potensi bisnis akademik dan nonakademik yang bernilaikomersial. d. Meningkatkan peluang keberhasilan wirausaha baru melalui kegiatan pelayanankonsultasi terpadu. e. Menumbuh kembangkan kegiatan-kegiatan yang mendorong terwujudnya unit-unit usahasebagai sumber pendapatan (income generating unit ) di perguruan tinggi dalam mengantisipasi otonomi perguruan tinggi. Dan Lembaga/departemen yang berperan dalam Inkubator Bisnis antara lainKementerian Koperasi dan UKM, Badan Penelitian dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi serta Departemen Pendidikan Nasional. 12. Kendala Perkembangan BPR Syariah 1. Kiprah BPR Syariah kurang dikenal masyarakat sebagai BPR yang berprinsipkan syariah. Bahkan masih ada anggapan bahwa BPR Syariah itu sama saja dengan BPR konvensional. 2. Sulitnya meningkatkan profesionalitas karena terhalang oleh sumber daya yang ada.Sehingga mengakibatkan lambatnya respon terhadap permasalahan ekonomi yang muncul. 3. Kurang adanya koordinasi di antara BPR Syariah, demikian juga dengan bank syariah dan BMT. 4. Aktivitas BPR syariah di bidang keuangan menyebabkan tidak tersedianya waktu untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan syiar islam. Padahal syiar islam – selain dibidang keuangan- sangat penting bagi kehidupan masyarakat secara umum. 5. Nama Bank Perkreditan Rakyat Syariah, masih menyisakan kesan sistem BPR Syariah menggunakan sistem BPRS konvensional. 13. Analisis Swot (Kekuatan, Kelemahan, Peluang Dantantangan) 1). Kekuatan a. Beberapa produk-produk BPR Syariah diminati oleh nasabah, seperti qardhul hasan, murabahah, ba‟I bithaman ajil , dan mudharabah. • Qardhul hasan adalah sebuah produk yang memiliki biaya yang sangat kecil jika dilihat dari sudut pandang nasabah. Nasabah hanya mengeluarkan biaya administrasi tanpa ada kewajiban untuk menyetorkan hasil ( profit ) kepada BPR Syariah. Pengusaha kecil, dalam hal ini, hanya memiliki kewajiban untuk mengembalikan jumlah pokok pinjaman. • Murabahah adalah produk jual beli dengan harga awal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati. Produk ini memudahkan nasabah untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan dengan biaya yang relatif lebih murah, yaitu dengan margin keuntungan yang telah disepakati antara BPR Syariah dengan nasabah. • Bai‟i Bithaman Ajil , yaitu menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati bersama, dan pembayaran dilakukan secara kredit. • Mudharabah adalah sebuah bentuk pembiayaan, dimana pemilik modal (BPRS syariah) bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan pembagian hasil sesuai denganperjanjian. b. Kredit mudah untuk memperoleh, yaitu dengan prosedur yang sederhana dan tidak berbelit-belit. Ada dua hal yang penting, yaitu ketepatan waktu dan ketepatan jumlahpinjaman. c. Landasan operasinya yang berdasarkan pada Etika Syariah.Dalam artian, semua produk dan operasionalnya tidak akan bertentangan dengan syariah. d. Adanya sistem bagi hasil yang bersifat lebih adil daripada sistem bunga. 2). Kelemahan a. Manajemen bank yang kurang profesional. Dari hasil penelitian (Center for Business and Islamic Economic Studies 1999) menunjukkan bahwa 58,8% nasabah BPR Syariah sendiri menilai manajemen Syariah kurang profesional. Sedangkan nasabah bank konvensional yang mengatakan manajemen BPR Syariah kurang profesional adalahsebesar 32,6%. b. Mempunyai resiko yang lebih besar dan tinggi dibandingkan dengan BPR konvensional.dari hasil penelitian (Center for Business and Islamic Economic Studies 1999) menunjukkan bahwa 17,7% nasabah BPR syariah mengatakan bahwa bagi hasilbank syariah adalah tidak pasti dan bagi hasil yang diberikan bisa lebih rendah bila dibanding dengan sistem bunga. Sedangkan nasabah bank konvensional yang berpendapat sama seperti di atas adalah sebesar 27,9%. c.Jaringan operasi yang terbatas, khususnya transaksi sesama bank syariah. Terbatasnya jumlah BPR Syariah ini sangat menghambat pengembangannya. 3). Peluang a. Berdasarkan pada Undang-Undang No.10/1998 tentang Perubaha Undang-Undang No.7/1992 tentang Perbankan, maka Bank Syariah diberikan peluang dan dukungan yangsangat kuat bagi beroperasinya Bank syariah serta membuka peluang bagi bank konvensional untuk melakukan konversi ke bank syariah secara keseluruhan atau parsial (dengan cabang syariah). b. Semakin maraknya lembaga keuangan “informal” untuk sector riil informal yang beroperasi dengan prinsip syariah, yaitu BMT. Keberadaan BMT sangat membantu dalam memperluas jaringan kerja BPR Syariah. c.Terbukannya kesempatan bagi bank Syariah untuk mengembangkan jaringan kerjanya kedunia internasional. d. Dengan prinsip syariah yang menjalankan sistem bagi hasil, maka banyak lahir produk-produk baru perbankan yang berbeda dengan produk konvensional. Ini berarti membuka pasar baru atau memperkaya produk-produk perbankan. e. Komitmen Bank Indonesia (BI) untuk mengembangkan Bank Syariah. f. Penduduk Indonesia yang mayoritas beragama islam. Hal ini merupakan “captive market” yang menguntungkan bagi pengambangan BPR Syariah. 4). Tantangan a. Pemahaman masyarakat yang masih sangat rendah terhadap operasi bank syariah. Aspek yang lain, yaitu pemahaman salah yang telah mengakar kuat tentang bunga bank. b. Jaringan kerja bank syariah yang masih sangat terbatas (seperti yang telah diuraikan diatas). Keterbatasan ini sangat menyulitkan bank syariah untuk berkembang dengan baik dan cepat. c. Keberadaan bank konvesional yang lebih berpengalaman dalam dunia perbankan. d. Kejujuran dalam pembagian laba. 14. Perbedaan BPR Syariah Dengan BPR Konvensional Pada dasarnya aktivitas Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) tidak jauh berbeda dengan BPR pada umumnya, perbedaannya terletak pada konsep dasar operasionalnya yang berlandaskan pada ketentuan-ketentuan Islam. Hal pokok yang menjadi faktor pembeda BPRSyariah dengan BPR konvensional yaitu adanya insentif bunga pada BPR Konvensional dan insentif bagi hasil pada BPR Syariah. Selain itu, penyaluran dana pada BPR Konvensional ke masyarakat disebut dengan “kredit” serta dalam menentukan harga atau cara penentuan keuntungan yang akan diperoleh manajemen bank menggunakan prinsip bunga. Sedangkan pada BPR Syariah, penyaluran dana ke masyarakat disebut dengan “pembiayaan” serta menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan ajaran agama islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah prinsip bagi hasil(mudharabah). Prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barangyang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina). 15. Pengaruh BPR Syariah Terhadap Perekonomian Indonesia Pendirian sebuah bank yang beroperasi berdasarkan syariah di Indonesia, sesungguhnya, tidak saja sebagai wadah pemenuhan keinginan yang telah lama tersimpan dihati ummat, tetapi juga merupakan sebuah alternatif lain yang dirasakan sangat strategis dalam mengikut sertakan lembaga keuangan. Bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, diharapkan ikut terlibat aktif di dalam orkestra besar pembangunan ekonomi Negara dan bangsa ini. Karena itulah, maka pemerintah era reformasi mengeluarkan Undang-undang Perbankan No.10 tahun 1998 yang memperkenankan bank umum konvensional berubah sistem menjadi bank syariah. Kini setidaknya ada delapan bank sistem riba yang berubahmenjadi sistem mudharabah yang Islami.Kita sekarang sedang berada dalam era pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk melakukan investasi dan penghimpunan dana masyarakat, untuk pembangunan nasional yang kini sedang berjalan. Kehadiran lembaga keuangan syariah, khususnya BPR Syariah dan Baitul Mal wat Tanwil, sangat sejalan dengan program pemerintah reformasi yakni pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Dengan demikian, BPRS-BPRS dan BMT-BMT sesuai dengan skalanya akandapat membantu masyarakat golongan kecil yang selama ini nyaris tidak terjangkau oleh perbankan syariah. Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kehadiran Bank-Bank syariahsebetulnya dapat membantu mengatasi kendala yang kini tengah dihadapi oleh perekonomian nasional. Misalnya, membendung laju inflasi melalui kebijakan uang yang ketat, karena bank-bank syariah sejak awal menerapkan secara selektif penyaluran kreditnya, bahkan disertai dengan bimbingan kepada nasabah peminjam. Sistem bagi hasil. Lebih meringankan nasabah dari tuntutan bayaran bunga yang memberatkan. Sekaligus sistem bagi hasil akan menekan inflasi. Jadi, BPR Syariah amat berperan dalam memperdayakan ekonomiummat dengan mengembangkan ekonomi golongan lemah. Selain itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo),Wahyu Dwi Agung, tingkat bagi hasil deposito per bulan di BPRS dapat mencapai angka 15 hingga 16 persen. Sedangkan di bank konvensional dalam satu bulan hanya mencapai sekitar12 hingga 13 persen. BPRS bisa memberikan bagi hasil yang lebih tinggi karena BPRS melempar dananya ke sektor mikro. Karena marginnya besar, sehingga bagi hasilnya juga cukup besar. Banyak kelebihan yang dimiliki BPRS bila dibandingkan dengan bank umum, khususnya dalam pendekatan kepada nasabah. Pendekatan kepada nasabah yang diterapkan sangat personal. Menyederhanakan prosedur bagi nasabah yang hendak melakukan atau menggunakan jasa. Seperti misalnya, dalam memberikan pinjaman atau pembiayaan. 16. Harapan Pengembangan Usaha BPR Syariah Dimasa Mendatang 1). Peningkatan Kegiatan Sosialisasi Produk dan Jasa Perbankan Syariah ke seluruh Lapisan Masyarakat Sosialisasi produk perbankan syariah masih dirasakan sangat kurang. Merujuk hasilpenelitian kinerja industry BPRS di Indonesia yang diselenggarakan oleh biro perbankansyariah Bank Indonesia tahun 2002, diperoleh gambaran bahwa pemahaman masyarakatterhadap kegiatan operasional bank syariah khususnya dan konsep keuamgam syariah pada umumnya masih perlu ditingkatkan. Media promosi produk dan kegiatan operasional perbankan syariah pada umumnya baru sebatas penyediaan brosur, melalui pelayanan dan pemasaran langsung petugas bank dengan pelayanan jemput bola, dan memanfaatkan peran alim ulama serta tokoh masyarakat dalam memasarkan produk perbankan syariah. Penggunaan medis cetak dan elektronik tampaknya belum menjadi alternative promosi bagi BPRS. Dana promosi yang terbatas yang dialokasikan dalam anggaran belanja BPRS terkait dengan masih kecilnya skala operasional BPRS itu sendiri. Perlu kiranya dipikirkan kegiatan promosi bersana yang diselenggarakan atas partisipasi segenap unsure perbankan syariah, industry keuangan syariah, lembaga penunjang lainnyadan semua pihak agar perbankan syariah dan kegiatan investasi sesuai syariah lainnya dikenalluas oleh masyarakat. 2). Terciptanya Altenatif Sumber Pendanaan dan Peningkatan Kemampuan Permodalan BPRS Pada tahun 1988, Bank Indonesia menyediakan fasilitas pembiayaan likuiditas bagi BPRS dalam bentuk pembiayaan Modal Kerja (PMK-BPRS) dan pembiayaan bagi Pengusa Kecil dan Mikro (PPMK) dengan plafon sebesar maksimal satu kali jumlah modal disetor BPRS untuk kategori BPRS yang berturut-turut sehat selama dua tahun terakhir. Tetapidengan diberlakukannya UU No.23 Tahun 1999, maka Bank Indonesia tidak diperkenankan menyalurkan pembiayaan likuiditas kepada perbankan, dan mengalihkannya kepada lembagalain yang dirujuk oleh pemerintah dan Bank Indonesia. Fasilitas pembiayaan modal kerja bagi perkembangan BRPS dan fasilitas pembiayaan likuiditas Bank Indonesia tersebut betul-betul dirasakan manfaatnya bagi BPRS, terutama untuk memenuhi permintaan pembiayaan mudal kerja dari nasabah pengusaha kecil danmikro, sesuai arah dan sasaran yang hendak dicapai untuk pengembangan usaha ekonoi produktif yang dikembangkan pengusaha kecil dan mikro di pedesaan. Sejak dialihkannya penyediaan fasilitas pembiayaan tesebut dari Bank Indonesia kepada lembaga lain, akses BPRS untuk memperoleh sumber pendanaan selain dari penghimpunan dana dari masyarakat lebih banyak diperoleh dari kerjasama pembiayaan dengan bank umum syariah untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah BPRS lemahnya sumber pendanaan BPRS juga karena kesulitan BPRS itu sendiri untuk mengakses sumber pendanaan dari lembaga dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang membatasi penempatan investasinya hanya di bank umum atau bank pemerintah lainnya. Sementara itu kemampuan para pemegang saham dalam meningkatkan strukturpermodalan bank terutama dalam rangka mengimbangi peningkatan dan perkembagan usahabank juga masih belum diharapkan. Keadaan ini mungkin sejalan dengan keadaanperekonomian nasional secara makro pada saat ini yang belum pulih sesuai yang diharapkan.Kesulitan sumber pendanaan bagi BPRS ini dapat dibantu dengan melonggarkan kewajibaninvestasi dari badan usaha milik pemerintah dan swasta dan memberikan peluang berinvestasid BPRS, dengan tetap memperhatikan prinsp-prisip dan kaidah investasi yang aman dan menguntungkan. Kebijakan penyaluran pembiayaan usaha kecilm s\dari penyisihan 5% dari laba BadanUsaha Milik Negara (BUMN) kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi dalam rangkapengembangan usahanya, kiranya dapat disalurkan melalui BPRS sebagai dana bergulir.Dengan demikian efektivitas penyaluran pembiayaan tersebut diharapkan lebih meningkat. 3). Peningkatan Kehandalan Bankir BPRS dalam Memahami Prinsip Syariah Keterbatasan banker syariah yang handal dan menguasai operasional perbankansyariah serta menjalankan secra konsukeun prinsip-prisip syariah merupakan masalah yang mendasar bagi perbaikan BPRS dan pengembangan di masa mendatang. Lembaga pendidikan non formal yang khusus memberikan pelatihan (training) tentang produk dan ajsa perbankan syariah masih terbatas. Maka diharapkan akan tumbuh lembaga-lembaga baru sebagai pendukung pengembangan BPRS, termasuk antaranya lembaga/konsultan perbankan syariah.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan lembaga keuangan Bank yang dibawahi oleh dewan kebijakan moneter, yang melakukan kegiatan ekonominya berdasarkan prinsip Islam atau syariah, tanpa menghalalkan adanya riba atau suku bunga yang berorientasi pada masyarakat di tingkat desa ataupun kecamatan.Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) didirikan berdasarkan UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan dan Peraturan pemerintah (PP) no.72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. sesuai UU Perbankan No. 10 tahun 1998, BPR Syariah hanya dapat melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit.

c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

Berdirinya BPR Islam di Indonesia selain didasari oleh tuntutan bermuamalah secara Islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia. Dengan berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Umum berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Umum Syariah dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan prinsip bagi hasil sebagai landasan hukum Bank Perkreditan Rakyat Syariah.

Pada awalnya ditetapkan tiga lokasi untuk mendirikan BPR Syariah, yaitu PT BPR Dana Mardhatillah di Kecamatan Margahayu-Bandung, PT BPR Berkah Amal Sejahtera di Kecamatan Padalarang-Bandung, dan PT BPR Amanah Rabbaniyah di Kecamatan Banjaran-Bandung. Ketiga BPR tersebut mendapatkan izin prinsip Menteri Keuangan RI pada tanggal8 Oktober 1990. Dengan demikian tujuan adanya BPRS yaitu Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.

Daftar Pustaka

 Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, UII Press, Yogyakarta.

 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,Yogyakarta: Ekonisia, 2008.

 M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah, Senayan Abadi Publishing, JakartaSelatan: 2003.

 Muhammad. Bank Syariah, Analisis kekuatan, Peluang, Kelemahan dan Ancaman.Yogyakarta, Ekonosia: 2006.

 Warkum Sumitro, (2004), Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait ,Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2004.

 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah – Lingkup Peluang, Tantangan, dan Prospek ,AlvaBet, Jakarta: 2000.

 http://grhoback.blogspot.com/2010/05/landasan-hukum-bank-syariah.html

 http://www.bprsyariah.com/berita-utama/67-bi-revisi-aturan-bpr-syariah

  http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1644-peranan-lembaga-keuangan-syariah-di-zaman-krisis-ekonomi-.html

Belum ada Komentar untuk "MAKALAH TEORI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARI’AH "

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel